Kalau Mau Ada Penataran Pancasila, Mulailah dari Kaum Elite

Selasa, 10 Maret 2020 10:05 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), jika mau dihidupkan, lebih cocok diberikan kepada para pejabat publik. Rakyat tidak perlu ditatar, tapi cukup meneladani praktik yang dicontohkan para pejabat dan elite.

 Sempat terlontar wacana di media bahwa pemerintah akan mengadakan semacam penataran P4, entah formatnya seperti di zaman Orde Baru atau disesuaikan dengan perkembangan zaman. Generasi milenial mungkin ingin tahu apa itu P4, yang tidak lain adalah kependekan dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Di masa Orde Baru, setiap orang dewasa --terlebih lagi jika pegawai negeri sipil-- wajib hukumnya mengikuti penataran P4.
 
Namun, Menko Polhukam Mahfud Md. membantah bahwa pemerintah punya gagasan semacam itu. Di sisi lain, Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian telanjur terjebak dalam kontroversi melalui ucapannya, sehingga ia mengatakan akan berpuasa bicara selama satu tahun. Jadi, entah apa rencana programnya, apakah akan memasukkan pula penataran P4 atau tidak, belum jelas--mungkin juga, seandainya ada, namanya akan diperbarui agar kekinian.
 
Sebenarnya, memasyarakatkan (kembali) Pancasila bukanlah perkara njelimet dan tidak perlu pemikiran dan metode yang ndhakik-ndhakik lagi kompleks. Masyarakat menginginkan sesuatu yang sederhana, tapi bukan slogan untuk dihapal dan dipajang di ruang kerja ataupun jargon-jargon klise yang malah bikin orang enggan mengingatnya, serta bukan model penataran P4 seperti zaman Orde Baru yang diisi dengan ceramah-ceramah dalam kelas. Di masa itu, siapapun yang daftar hadirnya mencukupi akan lulus dari penataran dan diberi sertifikat P4. Apakah lantas nilai-nilai Pancasila meresap di hati dan benak alumni penataran? Rasanya tidak juga.
 
Rakyat tidak ragu bahwa Pancasila memuat nilai-nilai yang baik bagi kehidupan berbangsa. Dari sila pertama hingga sila kelima, semuanya baik. Yang dipikirkan masyarakat dari dulu hingga sekarang ialah seberapa dekat jarak antara ideal dari nilai-nilai Pancasila dan praktiknya dalam hidup sehari-hari. Makin dekat antara yang ideal dan yang dipraktikkan akan semakin baik. Bila jarak antara praktik dan yang ideal begitu jauh, ya harap maklum saja bila masyarakat mencibir. Nah, menjadi kewajiban para pemimpin negeri ini untuk memberi teladan tentang praktik yang baik dan mendekati ideal.
 
Jadi, cara terbaik dalam mengajak masyarakat membumikan nilai-nilai Pancasila dalam hidup berbangsa tidak lain adalah adanya teladan dari mereka yang tengah diamanahi memimpin negeri ini: beri teladan bagaimana berketuhanan yang baik, bagaimana berperikemanusiaan yang baik, bagaimana menjaga persatuan yang baik, bagaimana mengelola demokrasi dengan partisipasi rakyat yang baik, serta menegakkan keadilan yang baik dan dengan sebenar-benarnya adil. Seluruh butir-butir itu perlu dipraktikkan secara substantif dan konkret, bukan hanya diucapkan dalam pidato-pidato, apa lagi dijadikan slogan politik untuk memojokkan orang lain.
 
Jarak yang dekat antara Pancasila yang ideal dan yang dipraktikkan oleh para pejabat, terutama yang tinggi-tinggi, dapat berwujud seperti tidak korupsi dan melindungi koruptor karena Tuhan Mahamenyaksikan, tidak sewenang-wenang menggunakan kekuasaan sehingga rakyat bukan merasa dilindungi tapi malah ketakutan, tidak menyenangkan yang kuat secara ekonomi dan politik tapi mengabaikan yang lemah, bersikap amanah dan tidak mendustai rakyat dengan bersekongkol sesama elite, merangkul mereka yang berbeda pandangan dan menampung aspirasinya untuk kebaikan, berbagi kesejahteraan dengan rakyat banyak dan bukan hanya dengan keluarga dan teman dekat, menegakkan keadilan ke atas maupun ke bawah dan ke samping, bukan tebang pilih.
 
Para elite politik dan ekonomi di tingkat nasional maupun daerah, para pejabat publik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif mestinya yang lebih dulu ditatar, sebab mereka orang-orang yang memegang kekuasaan artinya rawan penyelewengan dan kesewenangan, mereka memiliki akses terhadap sumber-sumber ekonomi jadi rawan korupsi, mereka juga mengambil keputusan penting sehingga rawan suap dan gratifikasi. Meskipun begitu, betapapun berbulan-bulan penataran dilakukan, tak akan ada artinya bila korupsi masih berjalan, hakim memutuskan perkara tanpa keadilan, dan seterusnya.
 
Contoh konkret penerapan nilai-nilai Pancasila dalam hidup sehari-hari yang dilakukan oleh para pejabat publik, baik yang di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, akan memiliki dampak yang sangat positif dan merasuk di hati rakyat. Percayalah, rakyat kecil akan terkagum-kagum menyaksikan teladan para petinggi negeri ini dan memuji sikap Pancasilais para pejabat yang bukan sekedar pemanis bibir, tapi sudah dipraktikkan dengan kaki, tangan, maupun benak pikiran. Bila nilai-nilai baik Pancasila itu sungguh-sungguh dipraktikkan oleh para petinggi negeri ini, para pemuka masyarakat, anggota DPR/DPD di pusat dan daerah, para elite politik dan ekonomi, para perwira tentara dan polisi, para hakim agung, maka itulah teladan yang paling baik, paling tepat, dan bakal meresap di hati sanubari rakyat. Tidak perlu pidato-pidato maupun jargon-jargon. Rakyat akan lebih suka contoh dalam hidup sehari-hari. Rakyat akan lebih mengingat praktik dan kenyataan.
 
Agar para petinggi negeri itu mempraktikan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan benar, maka akan lebih bagus bila Prof. Yudian Wahyudi selaku Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merancang penataran P4 bagi para pejabat tinggi, baik di tingkat nasional maupun lokal, baik politikus maupun bukan; juga untuk polisi, tentara, jaksa, maupun hakim. Para gubernur pun perlu ikut penataran, bahkan juga menteri, lalu bupati, anggota DPR, maupun para pengurus partai sehingga sungkan kalau main pat gulipat.
 
Jika para politikus, baik yang di eksekutif maupun legislatif, sudah mengikuti penataran P4, mestinya mereka akan menyusun perundangan yang Pancasilaistik--bukan kapitalistik atau otoriter. Para pejabat juga mengambil keputusan yang Pancasilaistik. Mereka melulu hanya memikirkan kesejahteraan rakyat. Pokoknya yang indah-indah. Jika itu berjalan baik, percayalah, rakyat akan mengikuti keteladanan pemimpinnya dengan penuh takzim tanpa perlu ditatar P4 di ruang-ruang kelas! Di media sosial, rakyat akan memuji-muji para pemimpinnya, dengan tulus bahkan, sebab rakyat menikmati hidup damai, sejahtera, dan adil. Tak ada yang membuli, mencibir, maupun membicarakan di belakang punggung. Andapun akan terpilih lagi secara aklamasi dengan penuh kejujuran. >>

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pilihan Editor

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua